BuliranNews, PADANG ARO - Hanya 20 bulan lagi, pesta demokrasi akan dilaksanakan di Indonesia. Semua anak negeri yang memiliki hak pilih, tentunya dimintakan tanggungjawabnya untuk turut serta dalam Pemilu 2024 itu dengan menggunakan hak pilihnya.Namun, di sini pula sebuah persoalan baru muncul. Sebab, kepala daerah yang lahir dari rahim politik, kerap memaksakan para bawahannya dalam hal ini Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk ikut dengan keinginannya. Jika ikut, tentunya ada peluang untuk mendapat promosi. Namun jika menolak, ancaman mutasi atau yang lebih kejam yaitu non job kerap membayangi.
"Jangan buat ASN terbelenggu oleh keinginan kepala daerahnya. Biarkan mereka bekerja, berbuat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Serta biarkan mereka menentukan hak pilihnya sesuai dengan keinginan mereka masing-masing," kata Ketua PC Tidar, Kabupaten Solok Selatan, Tomi Mei Sesri SH.Kepada BuliranNews, Ketua organisasi sayap dari Partai Gerindra ini menyebutkan, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004, telah mengatur tentang hal itu. Dimana, semua ASN tanpa kecuali, dilarang menjadi anggota atau bagian dari sebuah partai politik.
Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN juga menyebutkan, bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun."Dengan adanya ketentuan ini, maka saya ingatkan agar ASN di Kabupaten Solok Selatan untuk tidak ikut-ikutan eforia politik dengan menjalankan instruksi pimpinannya untuk mendukung orang atau partai politik tertentu. Ingat, akan ada sanksi jika melakukannya," tegas Tomi.Tak hanya kepada ASN, para pimpinan di instansi pemerintahan pun diingatkan untuk tidak memanfaatkan keberadaan bawahannya untuk memenangkan pihak pihak atau partai tertentu."Saya selaku ketua PC Tidar Kabupaten Solok Selatan bersama sejumlah elemen masyarakat lainnya, pasti akan mengawal dan memastikan tak ada aparatur negara yang bermain dalam Pemilu 2024," katanya mengakhiri. (yad)