Buliran.com - Pati,
Tanaman padi milik petani di Desa Sugiharjo, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati baru-baru ini diserang hama secara bertubi-tubi. Akibatnya berdampak sangat serius terhadap para petani padi setempat, biaya produksi semakin membengkak, hingga para petani terancam gagal panen.
Kondisi tersebut dirasakan salah seorang petani, Jasmani (54), padi yang ia tanam diserang hama seperti ulat, wereng, hingga hama tikus, Sabtu (14/6/2025).
Jasmani saat diwawancarai media ini mengatakan, “Serangan ulat sudah kami basmi, sekarang ganti serangan hama tikus. Memang tikus itu betul-betul sulit diatasi. Walau sudah disetrum, di plastik, masih juga ada tikus,” ujarnya.
Dengan adanya hama ini, Jasmani harus mengeluarkan ongkos tambahan. Ia harus membeli pestisida dan kebutuhan lainnya.
“Tanamannya rusak. Biaya produksi bertambah, untuk beli obat, ditambah biaya setrum dan beli plastik,” ungkapnya.
Ia merinci, di lahannya seluas 1 kotak, biasanya hanya mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp1,5 juta. Namun akibat serangan hama ini, ongkos produksi bisa naik menjadi Rp2 juta bahkan bisa lebih. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap pendapatan hasil panen.
“Mudah-mudahan tidak sampai gagal panen, tetapi untuk kembali modal kemungkinan sulit. 1 kotak, paling irit itu memerlukan biaya Rp1,5 juta tetapi bisa naik sekitar Rp500 ribuan,” sebutnya.
Tak hanya Jasmami, petani lainnya, Joko Pramono juga merasakan persoalan serupa. Ia mengaku hama yang menyerang tanaman padinya bahkan sejak awal tanam, hingga sekarang.
“MT 2 ini sangat susah. Dari mulai awal tanam sudah terkena asem-aseman, tanaman selesai dipupuk enggak hijau tetapi malah merah semua. Ada yang mati, ada yang masih bertahan, habis itu ada sundep atau kaper yang nelur jadi ulat, itu hama semakin memperparah,” ucapnya.
Tak hanya berhenti di situ, 30 hari setelah tanam setelah diobati dengan biaya yang besar persoalan tidak berhenti. Karena datang lagi hama lain seperti hama wereng dan tikus.
“Datang lagi wereng. Disemprot malah tambah banyak. Sehingga tambah biaya produksi lagi. Setelah itu datang lagi serangan hama tikus,” lanjutnya.
Kondisi ini membuat biaya produksi tanamnya membengkak. Ia pasrah, tak berharap banyak hasil panen, paling tidak bisa menambal ongkos produksi yang ia keluarkan.
“seandainya panennya berkurangnya 50 persen. Itu sudah syukur Alhamdulillah. Panen full aja biaya pruduksi tidak bisa menutup, apalagi ini panennya 50 Persen. Jadi petani sudah pasti ruginya banyak,” pungkasnya.
Ia berharap ada perhatian dari pemerintah, paling tidak ada program supaya populasi tikus tidak semakin menyebar luas. *** (Hani K)
Editor : Redaktur Buliran