Penerima SK Perhutanan Sosial di Grobogan Lima Tahun Tak Setor Pendapatan ke Negara

Ilustrasi Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNPB) pengelolaan perhutanan sosial di Kabupaten Grobogan.
Ilustrasi Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNPB) pengelolaan perhutanan sosial di Kabupaten Grobogan.

Buliran.com, Grobogan -- Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) diwajibkan bagi pengelola Perhutanan Sosial (PS) baik itu Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) maupun yang sudah beralih ke Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Luas lahan Perhutanan Sosial di Kabupaten Grobogan tercatat kurang lebih sekitar 3.280 hektare.

Luasan itu terbagi 1824 hektare terdapat diwilayah Perum Perhutani KPH Gundih, Sebagian lagi berada diwilayah KPH Purwodadi dengan luas lahan KHDPK sekita 1446 hektare.

Diketahui, lahan perhutanan sosial ini, sebelumnya telah dikelola oleh Perum Perhutani bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat dengan segala peraturannya, termasuk adanya dana shering (bagi hasil) pendapatan hasil pemanfaatan hutan baik kayu maupun non kayu hingga pembayaran kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Berdasarkan data yang dihimpun media ini, sejak diterbitkannya surat keputusan (SK) Perhutanan Sosial pada tahun 2018 sampai dengan saat ini, luas lahan tanam dan luas lahan panen Perhutanan Sosial di Kabupaten Grobogan telah menghasilkan puluhan ribu ton produksi jagung di setiap musim tanam.

Namun, semenjak kawasan beralih fungsi menjadi Perhutanan Sosial selam lima tahun ini, kewajiban PNBP hasil dari produksi jagung perhutanan sosial di Grobogan belum terpenuhi.

Hal itu dibenarkan oleh ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Giri Indah, Trio Agung Wahyu Wibowo, saat berbincang kepada media pada Sabtu (22/03/2025) lalu.

Agung menyatakan jika peralihan IPHPS ke KHDPK pada intinya Petani Hutan (Pesanggem) lebih diuntungkan, dimana kewajiban pengelola perhutanan sosial untuk membayar PBB ditiadakan, namun untuk PNBP masih wajib dibayarkan ke Negara.

“Terus terang untuk saat ini kami belum membayarkan PNBP semenjak menerima SK Perhutanan Sosial Kewajiban pembayaran PNBP itu berdasarkan laporan dan SK-nya sudah terpisah,” ujarnya.

“Sementara dalam penyusunan laporan harus dilakukan bersama tenaga teknis dari pihak terkait dan sistem PNBP belum kita terima,” imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementrian Kehutanan Syafda Roswandi menyatakan, tentang hasil dari program Perhutanan Sosial jika masyarakat sudah mendapatkan hasil maka wajib untuk membayar PNBP ke Negara.

“Kalau sudah ada hasil, wajib PNBP karena kegiatan dalam kawasan hutan,” singkatnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (25/3/2025).

Sementara, Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan PSKL Wilayah Jawa, Danang Kuncara Sakti menambahkan, Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTNR) yang telah memiliki ijin skema Perhutanan Sosial wajib membayar PNBP.

“Sebagai pemegang izin pengelolaan hutan, KTH wajib melaksanakan pengelolaan hutan lestari, dan membayar PNBP,” katanya saat dikonfimasi melaui pesan singkat Whatshapp Rabu (26/3/2025).

“PNBP wajib mas, Ada tarifnya sesuai regulasi,” imbuhnya.

Menurutnya, selama ini terdapat kendala pembayaran PNBP di perhutanan sosial yang dikelola masyarakat, salah satunya terbatasnya tenaga teknis (ganis) Balai BPHP atau Dinas Provinsi yang bertugas menghitung kuantitas produk yang belum optimal.

“Untuk menjadi ganis perlu diklat dan uji kompetensi (terbatas). Sedangkan pembayaran PNBP by sistem, sehingga masyarakat perlu di asistensi,” bebernya.

Disisi lain, dalam perhutannan sosial juga muncul kabar dugaan pungutan dan jual beli lahan perhutanan sosial, hal itu sempat didengar oleh Balai PSKL dari beberapa pemberitaan media lokal di Kabupaten Grobogan.

Disingung tentang isu dugaan pungutan bekedok iuran yang terjadi di Grobogan, Danang menyampaikan jika Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan telah mengeluarkan surat edaran nomor: SE.2/PSKL/SET/PS2.0/8/2022 tentang pelaksanaan perhutanan sosial yang bersih dan berintegritas.

“Didalam SE itu menegaskan jika persetujuan perhutanan sosial dimana seseorang atau kelompok dalam melakukan pendampingan dikatakan ilegal apabila tanpa persetujuan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ujarnya.

Selain itu, Sambung Danang dalam SE juga melarang seseorang atau kelompok melakukan pungutan dalam rangka pelaksanaan perhutanan sosial mulai dari tahap sosialisasi, pengumpulan data, verifikasi administrasi, verifikasi teknis mengatasnamakan KLHK.

“Kedua poin itu, dikategorikan perbuatan ilegal dan bisa diproses hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” jelasnya.

“Jika ada pungutan dalam pelaksanan persetujuan perhutanan sosial itu bukan bagian dari kami,” pungkasnya. (Kt/Red)

Editor : Redaktur Buliran