Buliran.com - Jepara,
Sebuah upaya hukum terus dilakukan oleh HS, selalu penggugat Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Pemerintah Desa (Pemdes) Dudakawu Jepara, usai praperadilan ditolak pada 13/10/2025.
Usaha yang patut diduga "terkesan dipaksakan" walapun penggugat dipolisikan atas dugaan tindak pidana korupsi oleh pelapor.
Benarkah Penggugat menggunakan proses hukum bukan untuk mencari keadilan, melainkan untuk menekan atau merugikan pihak lain, dan hanya untuk mengulur waktu ?
Salah satu warga desa Dudakawu yang enggan disebut namanya, (S), kepada media ini menyampaikan pendapatnya, "ya, sebuah upaya hukum yang dilakukan HS selaku penggugat terkesan dipaksakan, hal ini dapat merugikan pihak tergugat karena sudah menyia-nyiakan waktu pengadilan," paparnya, Selasa (28/10/2025).
Ia menambahkan, "Penggugat sudah jelas-jelas terindikasi tindak pidana korupsi, mengakui dan belum mengembalikan uang yang dikorupsi, namun masih menggunakan proses hukum, untuk menekan pihak lain," imbuhnya.
Diketahui, seorang oknum perangkat desa berinisial HS, yang menjabat selaku Kasi Kesejahteraan di Desa Dudakawu, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, diduga menyelewengkan dana pembangunan desa sebagaimana yang sudah diakui sebesar Rp210 juta.
Atas kejadian itu, Pemerintah Desa (Pemdes) Dudakawu, melaporkan oknum perangkat desa tersebut ke Polres Jepara dalam dugaan tindak pidana korupsi (tipikor).
Kasus tersebut tercatat dalam laporan polisi nomor LP/A/10/VI/2025/SPKT.SATRESKRIM/POLRES JEPARA/POLDA JATENG tertanggal 30 Juni 2025.
Kuasa Hukum HS, Manggara Simbolon, mengaku menemukan ketidaksesuaian prosedur dalam proses penyidikan terhadap kliennya. Pasalnya, HS yang masih berstatus sebagai saksi ditahan setelah proses penyidikan.
Dia juga mengungkapkan adanya 5 surat perjanjian yang salah satunya tentang perjanjian utang-piutang dengan pihak Kepala Desa Dudakawu, dengan total pengembalian uang senilai Rp210 juta.
Menurut Kuasa Hukum HS, kasus tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai tipikor, sebab pekerjaan yang disangkakan seluruhnya telah dilaksanakan, tidak ditemukan adanya kerugian dalam audit Inspektorat tahun 2024.
Kuasa Hukum HS juga menyatakan, kliennya sudah mengembalikan Rp60 juta dan menyanggupi untuk dana tersebut.
Selanjutnya Manggara akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan praperadilan dan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).
Hakim Tolak Praperadilan Kasus Tipikor Mantan Perangkat Desa Dudakawu
Dalam amar putusannya, Hakim Meirina Dewi Setiawati,SH.M.HUM, menegaskan bahwa semua dalil dan alasan hukum yang diajukan oleh pemohon tidak beralasan dan tidak berdasar hukum, sehingga permohonan praperadilan dinyatakan ditolak seluruhnya.
Dasar pertimbangan penolakan mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2004 dan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 1 Tahun 2017 mengenai standar pemeriksaan keuangan negara. Selain itu, berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2016, lembaga yang berwenang menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara adalah BPK, sedangkan lembaga lain seperti BPKP, Inspektorat, atau akuntan publik bersertifikat dapat melakukan audit keuangan negara yang hasilnya bisa dijadikan dasar pemeriksaan.
Terpisah, Choirur selaku Humas Lintas Pelaku Masyarakat Pengawal Aspirasi (LPM PEGAS), kepada media ini menyampaikan, "Pengembalian kerugian keuangan negara tidak bisa serta-merta menghapus pidana. Apalagi korban dari kejahatan tipikor adalah masyarakat luas, sehingga sulit melakukan perdamaian antara pelaku korupsi dengan korban seluruh rakyat Indonesia," tegas Choirur.
"Dalam hal ini, HS telah mengakui menggunakan uang sebesar Rp 210 juta dan masih melakukan upaya hukum, sehingga patut diduga HS selaku Penggugat menggunakan proses hukum bukan untuk mencari keadilan, melainkan untuk menekan atau merugikan pihak lain," pungkasnya.***
(Arif M).
Editor : Redaktur Buliran