Selanjutnya pelepasan lahan hutan juga bertujuan untuk lahan garapan masyarakat yakni arena pertanian dan perkebunan rakyat yang telah dikelola secara turun-temurun.
“Revisi RTRWP berkaitan dengan terbitnya UU 27/1992, dimana semua provinsi di Indonesia mengajukan RTRWP al. Prov Riau menetapkan PERDA No.10/1994 mengalokasikan ruang untuk non Kehutanan seluas 4,34 juta Ha. Sesuai UU 41/1999 tentang Kehutanan, Menhut membentuk TIMDU dan TIMDU merekomendasi perubahan KH sesuai scientific authority menjadi non KH seluas 2.726.901 ha. Namun berdasarkan management authority Menhut hanya menetapkan seluas 1.6 jt Ha untuk Tata Ruang Provinsi, (bukan unuk korporasi, mengingat pemekaran kota/kabupaten, infrastruktur),” jelas dia.
Dengan demikian, kata dia, tujuan utama dari penerbitan SK tersebut adalah memberikan kepastian hukum. Tanpa adanya revisi tata ruang ini, ribuan warga yang tinggal di area tersebut secara teknis dianggap tinggal secara ilegal di dalam kawasan hutan (okupasi ilegal).
“Dan sekali lagi ini lebih kecil daripada usulan TIMDU atau jauh lebih kecil daripada Perda Riau,” pungkas dia. ***(Khambali)
Editor : Redaktur Buliran