JODOH, REZKI dan MAUT, tak seorang pun yang tahu. Ketiga hal itu adalah rahasia Ilahi dan hanya Sang Khalik lah yang maha amengetahuinya. Sehingga kerap kali saat kita sebagai makhluk telah merencanakannya, justru rencana Allah lah yang maha pasti dan sempurna.Hal itu cocok jika dikaitkan dengan seorang M Hasbullah Rahmad, terlahir dari keluarga biasa-biasa saja, nun jauh di tengah Sumatera tepatnya di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, siapa sangka dia mendapat jodoh di Kota Depok dan malah lebih dikenal sebagai seorang politisi handal dari Kota Belimbing yang berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Tak saja berkiprah di Kota Depok yang sempat dua kali menjadi wakil rakyat di Kota Kembang, Hasbullah juga melebarkan sayapnya hingga ke gedung parlemen di DPRD Jawa Barat.Hasbullah bagaikan sebuah antitesis dari harapan seorang anak kampung yang awalnya berkeinginan besar menjadi seorang tentara. Dengan postur atletis, rasanya tak ada yang akan bisa menghalanginya untuk menjadi penjaga keamanan republik ini.
Namun nasib berkata lain, justru sinar terang dari partai berlogo matahari terbitlah yang "menyeret" Hasbullah atau akrab disapa Bang Has ini ke pusaran politik negeri ini.
Berayahkan seorang abdi negara bernama H Rahmad Bujad yang mengabdi di Kementerian Agama dan dipercaya sebagai kepala sekolah di SMA Muhammadyah Lahat dan ibu seorang pedagang ikan, menempa Has kecil menjadi pribadi yang tangguh dan tahan banting.
Has kecil tak malu harus menjadi penggembala sapi saat dia masih SD, tak hanya itu, tangan dan kaki kecil dari anak kampung itu, tak membuatnya harus takut berada di pinggir hutan hanya untuk mencari kayu bakar yang nantinya dgunakan sebagai penghangat diri kala malam menjelang."Alhamdulillah, walau jauh dari berkecukupan, masa kecil menempa saya menjadi pribadi yang tangguh, mandiri dan memiliki karakter kuat serta diajarkan bertanggungjawab dengan amanah yang dititipkan orang tua berupa sapi yang harus saya urus saban hari," ujar suami dari Hj Lusiana Setiawan ini serius.
Saat menapak pendidikan MTs setamat SD, Has kecil "naik pangkat". Dia tak lagi mengurus sapi, namun mengantarkan es ke warung-warung yang harus diantarnya menjelang sekolah.Di dua jenjang pendidikan itu, pesona seorang tentara berbaju hijau terus memantik semangat Hasbullah untuk nantinya juga menjadi abdi negara yang betugas menjaga pertahanan dan keamanan republik ini.
Namun, harapan itu berbelok 180 derajat kala ayah dari Lula Kamelia, Panji Mahesa, Quin dan Aditya itu menempuh pendidikan di SMAN 2 Lahat. Has yang gagah dan berotak encer dibelikan sepeda motor untuk memudahkannya menuntut ilmu karena jarak antara rumahnya dengan sekolah lumayan jauh."Namun di sini pula harapan saya menjadi tentara punah. Keinginan saya itu dibelokkan oleh sebuah sejarah yang tak mungkin saya lupakan. Saat dibonceng teman, sepeda motor yang kami kendarai tabrakan. Hasilnya, tangan saya patah dan secara pasti juga mematahkan niat saya menjadi tentara," ucapnya sembari tertawa.
Bukan Hasbullah namanya, jika hal itu membuatnya patah arang. Pergaulannya yang luas bisa menjadi cara yang tepat untuk tetap berdiri gagah. Dengan aktif dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti pecinta alam, bola basket, dan sepakbola, pelan tapi pasti dia bisa melupakan kenyataan pahit yang tak bisa menjadi tentara itu.
Darah guru yang mengalir deras dari sang ayah, mengantar Hasbullah masuk ke IKIP Budi Utomo, Malang. Nah, di sinilah sinar terang Hasbullah terlihat dengan jelas. Aktif di organisasi pecinta alam Avos Van Macumba dan Senat IKIP Budi Utomo, Malang mengantarnya menjadi seorang aktivis kampus.Akan tetapi, ijazah kesarjanaan itu, tak mampu menjadikan Hasbullah menjadi seorang Oemar Bakrie, dia justru "terjerumus" menjadi pioner di jagad aktivis mahasiswa. Di mana saat menempuh pendidikan di pasca sarjana UI, Hasbullah bersama koleganya, antara lain La Ode Ida, Effendi Ghazali dan lain sebagainya menggelar seminar di Salemba.
Editor : Buliran News