Dalam hal ini, ia menyebut teknologi informasi (IT) menjadi penting untuk mengelola tata kelola yang baik. Sebab dengan sistem IT, permintaan kredit bodong dapat ditolak secara otomatis.
“Jadi mungkin pemanfaatan teknologi IT di BPR itu juga menjadi penting untuk paling tidak agar tata kelolanya baik,” pungkas Ary.
Kerap kali, fraud dilakukan antara calon debitur bekerjasama dengan direksi yang mempunyai kewenangan memberikan kredit. Lantas, calon debitur itu dengan mudah menerima kredit tanpa melalui assessment atau penilaian. Kemudian terjadi kickback kredit atau pembayaran ilegal kepada pejabat bank tersebut.
“Dan yang lebih parah lagi kredit fiktif. Benar-benar projeknya tidak ada dan di-create dan itu biasanya dilakukan berjemaah. Mulai dari direksi pegawai maupun bagian komite investasi,” terang Ary.Selain, ada juga modus kredit “topengan” di mana para pemegang saham atau pengurus bank menggunakan KTP-nya untuk membuat kredit fiktif.
Editor : Redaktur Buliran