Sebagai bentuk respons, DPK ASKAINDO Jepara mendorong keterlibatan aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan penindakan lebih intensif terhadap pelaksanaan Pokir DPRD Jepara.
DPK juga menyerukan adanya sistem verifikasi berlapis terhadap usulan proyek agar dapat menyaring proposal fiktif dan memastikan bahwa pengadaan barang/jasa betul-betul bermanfaat bagi masyarakat.
Masyarakat Jepara pun diajak aktif mengawal transparansi pengelolaan anggaran publik dan mendesak audit terbuka terhadap pelaksanaan proyek-proyek Pokir.
Praktik pemotongan dana Pokir DPRD Jepara dengan besaran 10% hingga 15%, menurut Anggi, melalui beragam modus seperti fee hingga penempatan proyek yang tidak sesuai dapil, merupakan gejala dari korupsi sistemik dalam tubuh lembaga legislatif daerah. Diperlukan reformasi menyeluruh terhadap mekanisme pengajuan dan pelaksanaan Pokir, serta penindakan tegas terhadap pihak-pihak yang menyalahgunakan amanat rakyat.
"Pokir harus kembali kepada esensi awalnya: menyuarakan kebutuhan rakyat secara adil dan transparan dalam kerangka pembangunan daerah yang berkelanjutan," pungkasnya. ***(Arif M)
Editor : Redaktur Buliran