Sementara itu, Kepala BKPSDM Blora, Heru Eko, mengakui adanya perlakuan khusus dalam kasus ini. “Kalau outsourcing tidak boleh, ini beda di RSU. Di 2022 ada data mereka mengabdi, jadi unik. Harusnya dari rumah sakit itu dulu yang salah memperlakukan teman-teman. Mereka dapat perlakuan khusus karena ada demo di rumah sakit,” ungkapnya.
Pernyataan ini justru memperkuat dugaan bahwa terdapat keputusan yang keluar dari koridor regulasi dan lebih condong pada kebijakan khusus.
Saat dihubungi awak media melalui WhatsApp, Direktur RSUD dr. R. Soetijono Blora, dr. Puji Basuki, hanya memberikan jawaban normatif. “Semestinya untuk menjawab harus duduk bersama dengan BKPSDM, tidak hanya BKPSDM saja atau RS saja. Semua sudah melalui konsultasi, dirapatkan sehingga sudah klir,” tulis Puji Basuki singkat
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada rujukan aturan hukum yang jelas dan secara resmi membolehkan tenaga outsourcing tetap bisa mengikuti seleksi PPPK. Publik menilai adanya inkonsistensi pernyataan dari BKPSDM, Kabag Hukum, hingga pihak RSUD menguatkan dugaan bahwa kebijakan ini tidak sepenuhnya sesuai regulasi.Pertanyaan pun terus mengemuka: apakah benar ada dasar hukum yang memperbolehkan pengabdian yang dialihkan menjadi outsourcing tetap diakui untuk PPPK, atau ini hanyalah kebijakan khusus yang berpotensi menabrak aturan? ***
Editor : Redaktur Buliran