Tulisan ini tidak mengulas tentang sumber-sumber berita tersebut, namun secara khusus membahas tentang Raja ke-2 Sriwijaya bernama Sri Indrawarman, pengganti Dapunta Hyang Sri Jayanasa.Sri Indrawarman dalam berbagai literatur disebutkan berkuasa dari tahun 702 M sampai tahun 728 M. Pada masa yang sama, Khilafah Islamiyah yang dipegang oleh Bani Umayyah, dipimpin oleh Khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717 M – 720 M). Sejak Kekhilafahan Islam dipegang Bani Umayyah, penyebaran ajaran agama Islam sangat pesat. Karakteristik kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz adalah menjalin hubungan dengan kerajaan luar melalui surat, salah satunya kepada Kerajaan Sriwijaya. Sangat logis terjadi korespodensi, karena sumber Cina pun menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memiliki armada laut yang sangat maju.
Atas proses korespodensi tersebut, dikirimlah seorang ulama hingga membuat Raja Sri Indrawarman dan sebagaina besar masyarakat akhirnya memeluk agama Islam (mualaf). Sebagaimana telah diuraikan, kuatnya budaya tutur di Sumatra menyebabkan surat Khalifah Umar Bin Abdul Aziz tidak terarsipkan. Belum lagi faktor gejolak internal istana yang setia Atas proses korespodensi tersebut, dikirimlah seorang ulama hingga membuat Raja Sri Indrawarman dan sebagaina besar masyarakat akhirnya memeluk agama Islam (mualaf).Sebagaimana telah diuraikan, kuatnya budaya tutur di Sumatra menyebabkan surat Khalifah Umar Bin Abdul Aziz tidak terarsipkan. Belum lagi faktor gejolak internal istana yang setia dengan agama Budha, atau tidak menerima ajaran Islam, menyebabkan Sri Indrawarman terbunuh. Sangat mungkin surat Khalifah Umar Bin Abdul Aziz dimusnakan, bahkan keluarga Sri Indrawarman yang mualaf sampai mengungsi ke pedalaman Minangkabau sebagai upaya menghindar dari pembunuhan.
Sejarah tentang keislaman Sri Indrawarman dan beberapa keluarga serta masyarakatnya yang akhirnya mengungsi, menguatkan pendapat Kesultanan Samudra Pasai yang dikenal dengan kerajaan islam pertama di Nusantara, merupakan hasil penyebaran agama Islam, bukan awal masuknya agama Islam.Bukti Kaur Bengkulu Sebagai Pusat Kerajaan Sriwijaya
Pendapat tentang Bengkulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya yang akan diuraikan tidak berangkat dari pemikiran subjektif. Argumen yang dibangun bersumber dari referensi ilmiah dan analisis keadaan budaya, geografis dan antropologi linguistik yang ada di Provinsi Bengkulu, khususnya Kabupaten Kaur. Sederhananya, tulisan ini bisa dijadikan wacana ilmiah.Ciri-ciri Kerajaan Sriwijaya dapat diketahui melalui sumber-sumber yang ada, termasuk surat Sri Indrawarman kepada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Sumber berita Cina disampaikan oleh pendeta Budha bernama I-tsing yang menimba ilmu dari Cina ke India. Dalam perjalan itu, I-tsing singgah di kerajaan Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama 6 bulan untuk mempelajari bahasa sanskerta. I-tsing menjelaskan bahwa Sriwijaya sebagai kerajaan Budha yang memiliki armada laut yang sangat maju dan kuat.
Dari berita Cina dapat diketahui salah satu ciri Kerajaan Sriwijaya adalah memiliki armada laut yang sangat maju dan kuat. Secara jelas menyebutkan laut, bukan sungai. Dan logis armada yakni kapal-kapal besar serta berjumlah banyak berada di laut, tidak mungkin di sungai. Dalam tinjauan ini, Bengkulu khususnya Kabupaten Kaur masuk dalam kriteria yang disebutkan berita Cina.Bengkulu merupakan salah satu Provinsi dimana wilayah baratnya berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Hal ini menandakan Bengkulu menjadi salah satu daerah dipesisir barat Sumatera bersama Provinsi Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Nangro Aceh Darusaalam. Spesifik lagi daerah di Bengkulu yang berbatasan dengan Samudra Hindia adalah salah satunya Kabupaten Kaur.
Samudera Hindia sendiri merupakan kumpulan air terbesar ke-3 di dunia dimana besarannya mencapai 20% dari permukaan air di Bumi. Hingga saat ini jalur Samudera Hindia masih menjadi pilihan utama kepentingan transportasi barang. Setengah kapal kontainer dan sepertiga kapal kargo curah yang berlayar di dunia, menggunakan jalur Samudera Hindia. Batas Samudera Hindia disebelah utara adalah selatan Asia, dibarat Jazirah Arabia dan Afrika, ditimur oleh Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil dan Australia, serta diselatan oleh Antartika. Sehingga Kerajaan Sriwijaya dengan armada laut sangat maju dan kuat sangat mungkin berada di daerah yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia yang luas dan jalur penghubung strategis.Selanjutnya berita Arab menyebut Kerajaan Sriwijaya dengan nama Zabag yang berada di Pulau Emas. Bengkulu pun memiliki ciri-ciri tersebut. Referensi tentang pertambangan emas kuno di Bengkulu belum saya dapatkan. Namun untuk wilayah Selatan Bengkulu (dimana Kabupaten Kaur berada), khususnya di Kabupaten Seluma, saat ini tengah masa eksplorasi tambang emas yang diklaim lebih besar dari Freeport Papua. Sedangkan di bagian utara Bengkulu, eksploitasi tambang emas secara besar-besaran telah terjadi sejak era kolonial Belanda. Bahkan 28 kg Emas di puncak Monas yang merupakan pemberian Teuku Markam, berasal dari Lebong Tandai, secara administratif masuk di Kabupaten Bengkulu Utara.
Ciri-ciri lain Kerajaan Sriwijaya dapat juga diketahui melalui surat Sri Indrawarman kepada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Surat ini merupakan bukti otentik, sehingga relevan dijadikan bahan analisis. Kutipan isi surat Sri Indrawarman dituliskan oleh Sri Wintala Achmad dalam buku Sejarah Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai berikut:“Dari raja sekalian raja yang juga keturunan ribuan raja, yang istrinya adalah cucu dari ribuan raja, yang kebun binatangnya dipenuhi ribuan gajah, yang wilayah kekuasaannya terdiri dari dua sungai yang mengairi tanaman lidah buaya, rempah wangi, pala dan jeruk nipis, yang aroma harumnya hingga 12 mil. Pada raja Arab yang tidak menyembah tuhan-tuhan selain Allah. Aku telah mengirimkan kepadamu bingkisan yang tidak seberapa sebagai tanda persahabatan. Kurahap engkau sudi mengutus seseorang untuk menjelaskan ajaran islam dan segala hukum-hukumnya kepadaku”Korespodensi antara Raja Sri Indrawarman dan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz merupakan peristiwa penting tentang hubungan (komunikasi) dua imperium besar pada masanya. Berdasarkan karakteristik kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang “gemar” bersurat untuk tujuan dakwah serta menjalin hubungan dengan kerajaan luar, patut diduga surat Sri Indrawarman adalah balasan. Isi suratnya mencerminkan hal itu, dimana Sri Indrawarman mengetahui Raja Arab tidak menyembah tuhan-tuhan selain Allah, dan meminta dikirimkan ulama untuk menjelaskan islam beserta hukum-hukumnya. Pengetahuan tersebut tentu diperoleh Sri Indrawarman dari surat yang diterimanya dari Khalifah Umar Bin Abdul Aziz.Namun sayangnya, surat Khalifah Umar Bin Abdul Aziz tidak ditemukan bukti otentik, bahkan prasasti tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya tidak mengabadikan momen penting korespodensi tersebut. Berbeda dengan peradaban Islam, era kepemimpinan Bani Umayyah, Al-Qur’an telah terhimpun secara urut dan utuh dengan lembaran-lembaran terjilid yang disebut dengan mushaf. Artinya budaya literasi dalam peradaban Islam lebih maju, sehingga wajar jika surat Sri Indrawarman masih terekam. Bahkan surat Sri Indrawarman menurut beberapa sumber, ditemukan dalam lemari arsip Bani Umayyah. Tidak berlebihan atas pendapat ini, lantaran budaya literasi telah ada sejak tahun 2000 Sebelum Masehi di Yunani Kuno, dengan kertas papirusnya.
Saya berpendapat, momen penting korespodensi antara Raja Sri Indrawarman dan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz diabadikan dalam kain besurek yang menjadi budaya masyarakat Bengkulu. Besurek atau dalam bahasa Indonesia berarti Saya berpendapat, momen penting korespodensi antara Raja Sri Indrawarman dan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz diabadikan dalam kain besurek yang menjadi budaya masyarakat Bengkulu. Besurek atau dalam bahasa Indonesia bearti bersurat, adalah kain yang digunakan oleh masyarakat Bengkulu (khususnya di Kota) dalam upacara adat. Seiring waktu, kain besurek kemudian menjadi pakaian khas yang disebut batik besurek. Corak dan motif dasar kain atau batik besurek adalah susunan huruf Arab “gundul”/tanpa tajwid (beberapa sumber menyebutkan kaligrafi Arab).Referensi yang tersedia saat ini menyebutkan bahwa kain besurek Bengkulu dibawa pedagang asal Arab dan Gujarat pada abad ke-17 M. Saya secara pribadi ragu dengan pendapat tersebut, jika menelisik sejarah perdagangan dan karakteristik masyarakat masa lampau. Bengkulu pada abad ke-17 M otentik dengan sejarah pendudukan Inggris yang dimulai dari tahun 1685 hingga tahun 1825. Pada masa itu, kehidupan masyarakat Bengkulu sudah sangat Islami. Hal itu dinyatakan Benyamin Bloome, Kepala Benteng York yang dibangun Inggris setelah adanya perjanjian dengan Kerajaan Sungai Lemau di Bengkulu. Menurut Bloome, penduduk di pesisir Bengkulu/Kerajaan Sungai Lemau menganut agama Islam yang taat. Karena saat mereka datang, penduduk sedang berpuasa, dan saat perjanjian, mereka bersumpah menggunakan Al-Qur’an. Berikut perkataan Bloome dalam suratnya:
“We coming just about the time of their Rammazan or time of fasting..”. “He must there fore, as the rest had done, swear upon the Alcoran to be and faithful to the Rt. Honourable Company”.Dari perjanjian itu, pendudukan Inggris di Bengkulu kemudian berkembang, hingga ditempatkan seorang Residen Inggris di Lais, Talo, di Manna (Bengkulu) dan di Krui (Lampung). Bukti bahwa penduduk Bengkulu merupakan Muslim yang taat, juga diungkapkan oleh John Marsden (Residen Inggris di Lais, 1775-1779). John Marsden bertemu dengan Pangeran Dari perjanjian itu, pendudukan Inggris di Bengkulu kemudian berkembang, hingga ditempatkan seorang Residen Inggris di Lais, Talo, di Manna (Bengkulu) dan di Krui (Lampung).
Editor : Buliran News