Ironi: Jejak Kasus Mangkrak Sang 'Ksatria' Anti-Korupsi Denny Indrayana

Denny Indrayana (Foto: Antara)
Denny Indrayana (Foto: Antara)

Dari menara gading akademisi, ia tak henti-hentinya menyuarakan pentingnya pemberantasan korupsi sebagai kejahatan luar biasa alias extraordinary crime. Retorikanya tajam, analisisnya mendalam, dan setiap pernyataannya selalu mengundang decak kagum.

Sikapnya tegas dalam mendesak penegakan hukum terhadap para gembong koruptor. Tak jarang ia mengkritik keras lembaga penegak hukum yang dianggap lembek dalam menangani kasus-kasus kakap. Ia adalah "pemegang obor" keadilan yang selalu siap menerangi kegelapan praktik haram di negeri ini. Pernyataannya tentang ‘hukuman mati bagi koruptor’ atau ‘pemiskinan koruptor’ seolah menjadi mantra wajib yang diucapkan di setiap forum.

Terjerat Payment Gateway

Tapi, waktu berkata lain. Denny kemudian masuk kategori yang sama dengan koruptor yang dulu dia kecam. Kasusnya bermula saat Denny menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM (2011–2014). Ia meluncurkan sistem payment gateway untuk pembayaran paspor di Kemenkumham. Ia diduga menginstruksikan pemilihan dua vendor, PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia, tanpa melalui prosedur yang semestinya.

Advertisement
Scroll Dalam Berita2
Scroll kebawah untuk lihat konten
Pada 2015, Denny ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Kasus ini disinyalir merugikan negara sebesar Rp32,09 miliar.

Sepuluh tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan pohon jati tinggi menjulang, atau mungkin membangun candi sebesar Borobudur. Tapi di negeri konoha ini, sepuluh tahun kadang tak cukup untuk menyelesaikan sebuah kasus dugaan korupsi, apalagi menyeret sang terduga ke balik jeruji besi.

Editor : Redaktur Buliran
Bagikan

Berita Terkait
Terkini